Ogie Sofiana, S.Pd |
Dunia
pendidikan dibuat geram pada masa pandemi covid 19 karena menyebabkan
keterbatasan mobilitas masyarakat dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari
terutama anak-anak dari mulai TK sampai perguruan tinggi yang sedang mengenyang
pendidikan.
Tepatnya
pada bulan maret tahun 2020 Indonesia dikonfirmasi terdampak Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19). Selain itu, pada 12 Maret 2020 WHO mengumumkan
Covid-19 sebagai pandemic. Sejak itu, berbagai upaya penanggulangan dilakukan
pemerintah untuk meredam dampak dari pandemi Covid-19 di berbagai sektor.
Hampir seluruh sektor terdampak, tak hanya kesehatan, sektor ekonomi dan
pendidikan juga mengalami dampak serius akibat pandemi virus corona. Pembatasan
aktivitas masyarakat berpengaruh pada aktivitas pendidikan yang kemudian
berimbas pada metode pembelajaran.
Meski
pandemi menimbulkan banyak ancaman, namun jika kita melihat dari sudut yang
berbeda pandemi menghantarkan kita pada sebuah kekhawatiran sekaligus
tantangan. Berdasarkan kacamata umum saat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa
pandemi memiliki dampak paling besar dalam transformasi pendidikan di
Indonesia. Dampak besar ini diperoleh dari masa-masa sulit yang diubah menjadi
sebuah peluang untuk membangkitkan pendidikan di Indonesia.
Dalam
upaya menghentikan penyebaran Covid-19, aktivitas pembelajaran yang biasanya
dilakukan di sekolah terpaksa harus ditutup. Penutupan lembaga sekolah ini
selain menjadi kekhawatiran namun juga tantangan bagi sekolah, guru, orang tua
dan siswa untuk bisa cakap teknologi. Hal ini tentunya berdampak positif karena
memicu percepatan transformasi teknologi di dunia pendidikan Indonesia.
Meski
kecakapan teknologi menjadi dasar yang pundamental dimiliki oleh setiap individu
di lingkungan sekolah, tak ayal dalam prosesnya masih saja menyisakan
masalah-masalah baru terutama bagi sebagian siswa dan orang tua yang memiliki
keterbatasan ekonomi, sosial maupun kultur daerah yang berbeda. seperti halnya
anak yang tinggal dipedesaan dengan segala keterbatasan dari mulai jaringan
celluler yang tidak merata, perangkat celluler yang tidak mendukung dsb. Hal
ini seolah menjadi momok bagi sebagian kalangana masyarakat. Tapi berbanding
terbalik bagi anak/siswa yang tinggal diperkotaan dengan kondisi keluarga yang
mapan secara ekonomi, mungkin hal itu tidak menjadi masalah bagi
keberlangsungan pembelajaran dalam moda daring tersebut.
Untuk
itu, diperlukan perhatian pemerintah dalam memfasilitasi keberlangsungan proses
pembelajaran jarak jauh tersebut (PJJ) serta diperlukan juga kolaborasi aktif
antara orang tua dan guru. Sebagaimana diketahui, penutupan lembaga pendidikan
membuat proses pembelajaran dilaksanakan secara daring dari rumah
masing-masing, hal ini menuntut adanya kolaborasi inovatif sehingga peserta
didik tetap bisa mendapatkan pembelajaran yang efektif. Kolaborasi inovatif ini
tentunya bisa dijadikan kesempatan peserta didik untuk menerapkan ilmu di
tengah keluarga. Baik hanya sekedar membuka diskusi kecil atau lainnya yang tentunya
berperan penting dalam meningkatkan pemahaman peserta didik.
Bukan
hanya dari segi akademik, begitupun dari kreativitas. Selama pandemi berbagai
kalangan dari ilmuwan, peneliti, dosen bahkan siswa maupun mahasiswa berupaya
untuk menanggulangi Covid-19 ini dengan memunculkan berbagai ide-ide baru.
Sebagai contoh yaitu peran siswa yang membantu permasalahan kekurangan masker
dengan membuat masker yang bisa dicuci sehingga bisa dipakai berulang kali. Hal
ini menunjukkan adanya kreativitas tanpa batas yang hadir karena dampak dari
pandemi ini.
Tidak
sampai disitu, transformasi pendidikan akibat dampak pandemi pun terus
berlanjut dengan semakin banyak dan mudahnya akses untuk mendapatkan berbagai
pengetahuan atau keahlian dari berbagai platform yang tersedia. Menunjukkan
bahwa pendidikan sebagai salah satu pilar pembangunan negara kini bisa
dilakukan atau didapatkan dimanapun, kapanpun dan bagaimanapun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.